Malam gala dinner yang dihadiri oleh pemuka masyarakat, Gubernur dan juga para pengusaha, bisnisman muda, serta kaum ibu serta wanita yang tergabung dalam grup sosialita menyaksikan sebuah pertunjukan show dengan konsep klasik Timur Tengah. Perpadaun yang sangat menarik, dan malam itu, si Barbie mungil menjadi sorotan mata karena sikapnya dan wajahnya yang serupa dengan selendang yang melilit tubuhnya dan gaya serta senyumnya yang sopan tersipu malu, membuat sang designer menjadi pemenang karena gaun yang dibawakan sang gadis Barbie.
Akhirnya sang Barbie berhasil dijumpai oleh Handoko, salah seorang penonton yang kebetulan diajak oleh kawannya untuk menilai kapasitas gedung yang kebetulan empat bulan lagi akan digunakan oleh adik bungsu pak Handoko mengadakan persepsi pernikahannya. Pak Handoko sebagai kakak sulung yang juga paling kaya di antara lima bersaudara di keluarga Raden Suparno, pengusaha produk minuman herbal, merupakan anak sulung yang diharapkan mampu menggantikan orang tuanya untuk mengurus dan mengambil alih tanggung jawab dalam mengadakan resepi pernikahan adiknya yang akan diadakan empat bulan yang akan datang.
Pak Handoko, lelaki gagah berkumis tipis yang juga sangat mencintai istrinya, yang telah memberikan dua putri cantik, terpikat habis dengan gaya dan aura sang gadis Barbie. Setelah berkenalan sekian lama, hingga sampai seakrab hubungan suami istri, maka pak Handoko menyadari bahwa dirinya tidak boleh berlama-lama, karena takut akan terjerumus perbuatan zina, maka diam-diam dinikahilah sang gadis Barbie. Dengan senang hati pinangan pak Handoko diterima karena kebetulan sang gadis Barbie sudah tidak punya ayah lagi sejak usia lima tahun. Dan baginya penampilan pak Handoko dan juga kharismanya membuat sang gadis Barbie terpikat dan merasakan nyaman bila memiliki pendamping yang sudah mapan dan nampak tenang serta dewasa seperti pak Handoko.
Sebagai gadis Barbie yang kemudian diketahui bernama Delila. Kerinduannya pada sosok ayah membuatnya menerima kehadiran sang lelaki idaman walau diketahui sudah beristri. Pikirnya, toh aku hanya mengambil sedikit dari pada waktu yang dimiliki sang istri.
Kebahagiaan sang Barbie sebagai istri kedua tidak belangsung lama, tidak sampai tiga bulan terciumlah pernikahan keduanya yang dilakukan secara siri dengan sang suami. Ketika istri pertama mulai marah dan menuding-tuding sang Barbie sebagai wanita jalang, perebut istri orang, membuat deritanya pun semakin tajam. Teror demi teror serta ancaman demi ancaman membuat Barbie hanya bisa menangis. Ketika hal tersebut diadukannya pada sang suami, maka kemarahan serta pertengkaran pak Handoko dengan istri pertamanya semakin membuat istri pertama pak Handoko marah dan semakin mengancam sang Barbie. Maka bukanlah kebahagiaan yang dirasakan sang Barbie dari pernikahan dengan pria beristri, namun derita. Karena julukan istri kedua, perebut suami orang, dihina, dilecehkan tetangga, dibicarakan sanak-saudara dan juga rasa was-was dan rendah diri karena hanya mendapat sisa waktu dari istri pertama yang akhirnya menyetujui pernikahan yang kedua sang suami dengan berat hati. Maka sang Barbie bertekad bahwa anak putrinya yang lahir setahun kemudian tidak boleh mengalami nasib yang sama dengan dirinya. Biarlah aku menjadi istri kedua yang banyak dihina orang dan dicerca, asalkan putriku nanti tidak mengalami nasib seperti aku.
Dan sang Barbie pun menatap sedih ketika melihat akte kelahiran putri mungil dalam pelukannya dimana wajah sang putri merupakan perpaduan antara bibir manis pak Handoko dan hidung mancung dirinya karena hanya tercantum nama dirinya sebagai orang tua si anak, sedangkan nama ayahnya tidak tercantum. Maka terasa pilu hatinya ketika melihat nama anaknya dalam akte kelahirannya. Gelar anak tak ber-ayah pun telah disandang oleh anaknya karena hasil pernikahan siri sebagai konsekuensi menjadi istri kedua.
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil[265], Maka (kawinilah) seorang saja[266], atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (QS. An-Nisaa [4] : 3)
sumber : eramuslim